Selasa, 01 Januari 2013

Akhir Konflik Pekerja Pengusaha

Jamak terjadi setiap pergantian tahun memuncaknya perseteruan antara pekerja dengan penguasa dan pengusaha dalam penetapan upah minimum. Masing-masing pihak berargumen merasa paling benar dan paling berkuasa dengan kemenangan semu berada dipihak pekerja karena didukung masa dalam jumlah besar dan dukungan penguasa sebagai komoditas politik. Kemenangan semu ditandai dengan disahkannya usulan nominal upah minimum oleh penguasa dalam bentuk peraturan daerah. Disebut kemenangan semu karena pihak pemerintah sebagai pihak yang mengesahkan upah minimum tidak bertanggungjawab pada saat pengusaha/ perusahaan tempat bekerja melakukan relokasi usaha dan pemutusan hubungan kerja demi menjaga kelangsungan hidup perusahaan jangka panjang. Pemutusan hubungan kerja atau relokasi usaha merupakan reaksi pengusaha menyikapi tekanan pekerja yang senantiasa menuntut upah minimum tertentu tanpa mempertimbangkan situasi dan kondisi perusahaan serta ekonomi makro. Pengusaha sebagai penggerak perekonomian negara dan pembuka kesempatan kerja untuk masyarakat memerlukan tenaga kerja dalam aktivitasnya serta dukungan pemerintah dalam melindungi investasinya. Pengusaha harus mendapatkan perlindungan berupa regulasi yang sehat untuk menumbuhkan bisnis serta mempertahankan kelangsungan usaha. Perlindungan terhadap tekanan pekerja yang senantiasa menuntut kenaikan upah setiap tahun perlu disikapi penguasa/ pemerintah secara bijak. Dengan kekuasaannya, pemerintah dapat meminta laporan keuangan dan laporan kinerja beberapa perusahaan di wilayahnya untuk dilakukan analisa tingkat kesehatan perusahaan-perusahaan di wilayahnya. Bila perlu pemerintah dapat bekerja sama dengan pihak independen untuk melakukan audit guna menilai kewajaran laporan keuangan perusahaan. Analisa atas keuangan perusahaan – perusahaan tersebut selanjutnya dijadikan dasar penetapan upah pekerja sesuai bidang/ sektor usaha masing – masing perusahaan. Para pekerja perlu melakukan upgrade skill dan pengetahuan sebagai daya tawar untuk menuntut kenaikan upah. Skill dan pengetahuan dimasing-masing bidang/ sektor usaha tentunya berbeda, maka pekerja dengan kemampuan skill dan pengetahuan yang baik dapat memiliki daya tawar di perusahaan. Misalnya saat bekerja di perusahaan kontraktor A sebagai tukang batu dengan penghasilan harian Rp 50.000,- dengan menawarkan keahlian tambahan sebagai tukang kayu maka bisa mengajukan permintaan kenaikan upah menjadi Rp 75.000,-/ hari. Dengan penawaran yang diajukan perusahaan menjadi efisien 25% daripada mengeluarkan biaya gaji Rp 100.000,- untuk tukang batu dan tukang kayu. Dari sisi individu tukang mendapatkan kenaikan upah 50% merupakan nilai nominal kenaikan cukup besar. Sebenarnya sangat relatif besar kecilnya kenaikan upah karena bisa jadi kenaikan 50% tersebut masih jauh dari standar kebutuhan hidup yang layak. Kalau demikian adanya maka kembali ke kadar rasa syukur masing-masing individu. Jika sebelumnya dengan upah Rp 50.000,-/hari saja bisa hidup,maka dengan Rp75.000,-/hari selayaknya bisa hidup lebih baik. Jika memang tidak puas dengan kenaikan upah tersebut, bisa mencoba menawarkan diri ke kontraktor B yang memberikan standar upah lebih tinggi. Maka memaksakan kehendak kenaikan upah di perusahaan tanpa menawarkan nilai tambah yang dimiliki hanya membuat situasi kerja menjadi tidak kondusif. Perusahaan mulai kehilangan respek terhadap pekerja, dan pekerja selalu berprasangka tidak baik pada perusahaan. Pengusaha/perusahaan selayaknya menghargai pekerja sesuai dengan produktifitas dan kontribusinya pada perusahaan. Sikap pengusaha yang memiliki sense of belonging terhadap perusahaan dan pekerja diharapkan mampu menempatkan pekerja sebagai aset penting perusahaan sebagai bagian dari sebuah keluarga besar. Tanpa harus banyak beretorika , sikap pengusaha yang jujur, zuhud, empati terhadap pekerja akan mampu meredam konflik gejolak demonstrasi menuntut kenaikan upah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar