Akuntansi dalam praktik dan keilmuan pada abad millennium ini tidak tampak sebagai
bagian dari peradaban Islam. Akuntansi identik dengan peradaban barat yang
kapitalis dan materialistis sehingga dianggap wajar jika segalanya harus
tertulis dan dipertanggungjawabkan antar pihak yang berkepentingan dengan harta
suatu perniagaan.
Islam sesungguhnya lebih awal mengenal
praktik dan ilmu akuntansi atau pembukuan. Masa Khalifah Umar bin Khattab
(636-645) mempraktikkan prosedur pencatatan debet dan kredit pada Bait al-Mal
al-Markazi di seluruh wilayah negeri Islam. Keilmuan akuntansi berkembang pada
masa Khalifah Abasiyah (750-847) ditandai dengan terbitnya buku-buku Jaridah
Annafaqat (Jurnal Pengeluaran), Jaridah al-Mal (Jurnal Dana), Jaridah al
Mushadariin (Jurnal Dana Sitaan) dan lain-lain. Praktik akuntansi pada masa
awal peradaban Islam hakekatnya selaras dengan kondisi generasi pada masa
tersebut yang sangat tinggi ghirah keislamannya. Ghirah keislaman yang menjadikan
Al Qur’an sebagai kompas dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam praktik
pembukuan. Praktik pencatatan diperintahkan Allah SWT dalam Al Qur’an surah Al Baqarah ayat 282,
terjemahannya “Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara
kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka
hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang
saksi dari orang-orang lelaki diantaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka
(boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu
ridlai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan
janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu,
(tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan diantara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis
dan saksi saling menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada
Allah, Allah mengajarmu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Ayat tersebut oleh para akuntan muslim
diyakini sebagai ayat akuntansi petunjuk dan perintah melakukan pembukuan.
Praktik akuntansi yang membudaya secara berkesinambungan pada masa khaiafah telah
mengembangkan ilmu akuntansi sebagai bagian peradaban Islam. Bukti lainnya
bahwa akuntansi sebagai bagian peradaban Islam adalah penggunaan angka
Hindustan dan Arab yang lebih efisien dibandingkan angka Romawi yang bersifat
angka symbol daripada angka alat hitung. Angka Hindustan 1 sd 9 yang
disempurnakan oleh orang Arab/Islam dengan penemuan angka 0 menjadi basic
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu akuntansi yang menggunakan
angka sebagai basicnya berkembang bersama dengan ilmu matematika, aljabar dan
astronomi. Juga berkembang bersama ilmu kedokteran, sains dan teknologi lainnya.
Dinasti Bani Abas (750-1258) dengan wilayah Islam mencakup Bizantium, Afrika
Utara, Andalusia, Asia Timur sampai perbatasan Tiongkok sebagai puncak
peradaban Islam dalam sains, teknologi serta manajemen dagang termasuk teknik
pembukuan.
Para pedagang Italy memperoleh
pendidikan metode dagang termasuk pembukuan dari mitra dagang dari daerah
sekitar Laut Tengah, yang kebanyakan muslim dan sedikit dari India. Perilaku
pembukuan para pedagang Italy inilah yang diamati oleh Fra Luca Bartolomeo de
Pacioli sebagai inspirasi penulisan buku Summa de Arithmetica, Geometria,
Proportioni et Proportionalita terbit di Venesia Italy tahun 1494. Akuntansi
memang produk peradaban barat/ Eropa jika mengacu pada tahun 1494 sampai
sekarang. Pada tahun tersebut Fra Luca Bartolomeo de Pacioli dinobatkan sebagai
father of accounting setelah menulis buku Summa de Arithmetica, Geometria,
Proportioni et Proportionalita terbit di Venesia Italy. Pada bab ke-9 subbab
ke-11 yang berjudul Particularis de Computis et Scriptunis (Kekhasan Menghitung
dan Menulis) membahas tentang memoriale, giornale dan quardeno sebagai hal
penting atau khas dalam tata buku. Memoriale sebagai buku harian yang menampung
transaksi dan peristiwa usaha secara kronologis. Giornale sebagai teknik jurnal
untuk mengolah buku harian pada akun debit kredit. Quaderno sebagai buku besar
yang merinci transaski tiap pos. Kemampuan Fra Luca mengamati kemudian menulis,
mencetak dan menyebarluaskan hasil tulisannya sebagai bagian dari keunggulan
peradaban Eropa/ Katholik pada masa itu. Dimana pada tahun 1494 tersebut
sebagai bagian dari kemunduran peradaban Islam. Minimnya keterlibatan muslim
dalam wacana ilmu pengetahuan termasuk disiplin pengetahuan akuntansi membawa
kemunduran pula dalam berbagai bidang kehidupan termasuk ekonomi. Kemunduran ditengarai
terjadi sejak abad pertengahan (1250-1400), ketika umat Islam meninggalkan
tradisi berfikir rasional. Tidak cukup sekedar membanggakan masa gemilang
peradaban Islam. Namun tidak mustahil mewujudkan kembali peradaban Islam dengan
kembali pada tradisi berfikir rasional dengan membaca dan menulis, menjauhi
wahn hubbudunya, menggiatkan dakwah, ukhuwah Islamiyah. Melakukan praktik
akuntansi dengan baik oleh umat Islam dalam organisasi Islam, praktik bisnis
dan lain-lain sebagai salah satu upaya merajut kepingan puzzle membangun
kembali peradaban Islam.