Selasa, 22 Maret 2011

Gremeen Bank from Bangladesh for World Humanity

Dalam skala internasional seorang muslim berkebangsaan Bangladesh Muhammad Yunus merintis Grameen Bank pada tahun 1976 dan mendapatkan pengakuan dunia melalui penghargaan Nobel Perdamaian Dunia tahun 2006. Grameen Bank telah diadopsi oleh banyak negara berkembang dan negara maju termasuk Amerika Serikat dalam program pengentasan kemiskinan. Didirikan tahun 1976 sebagai bentuk kepedulian seorang Doktor Ilmu Ekonomi Muslim Muhammad Yunus atas bencana kelaparan yang terjadi di Bangladesh sejak tahun 1974. Dari sebuah survey kecil yang dilakukan terhadap 42 wanita yang bekerja sebagai perajin anyaman didapatkan informasi bahwa mereka terjerat lintah darat hanya dengan pinjaman US$ 27 ( dengan kurs rupiah +/-setara dengan Rp 270.000,-). Sebagai seorang intelektual muslim beliau merasa berdosa jika membiarkan kemiskinan yang berkelanjutan hanya karena pinjaman yang tidak seberapa. Hal-hal yang menonjol dari Grameen antara lain mengutamakan perempuan sebagai anggotanya, pinjaman tanpa jaminan dan kelompok sebagai penjamin. Beliau memprioritaskan kaum wanita dan perempuan untuk dibantu karena menurutnya :

Sedangkan kewajiban berkelompok dimaksudkan agar memiliki pemikiran yang sama karena hidup dalam kondisi sosial ekonomi serupa, rasa aman, saling dukung, saling bantu, iklim kompetisi yang dapat memicu keberhasilan.

Ketulusan dan kepedulian beliau telah mengantarkan anggota grameen berangsur-angsur beranjak dari kemiskinan. Dengan mengandalkan kekuatan tiga hal tersebut terbukti grameen mampu bertahan dan berkembang dengan kepemilikan saham 94% oleh anggotanya yang berjumlah 7 juta warga miskin dan hanya 6% oleh pemerintah Bangladesh.

Minggu, 20 Maret 2011

Bank dari Kas Masjid


Dalam skala nasional umat Islam patut berbangga dengan keberadaan Bank Rakyat Indonesia sebagai bank milik pribumi pertama di Indonesia yang berdiri pada tahun 1895,

pada awalnya bernama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Pertolongan dan Simpanan Milik Kaum Pribumi berkebangsaan Indonesia. Sejarah mencatat bahwa pendirinya adalah seorang Patih Banyumas Raden Bei Aria Wiriatmaja yang dibantu asisten residen E.Siedeburgh menyadari akan pentingnya sebuah lembaga keuangan yang dapat memberikan pinjaman ringan untuk menepis jeratan lintah darat. Pemikiran tersebut diilhami oleh kegiatannya selama mengelola pinjaman yang bersumber dari kas masjid. Bertahun-tahun lembaga ini mandiri secara swadaya dengan kekuatan penuh anggotanya tanpa mengandalkan bantuan pemerintah yang notabene pemerintahan kolonial Belanda pada saat itu cenderung memiskinakan kaum pribumi. Dengan ketulusan,kekeluargaan dan gotong-royong lembaga ini mampu bertahan dan berkembang mengarungi jaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang sampai era kemerdekaan. Melihat potensi rakyat yang demikian besar, pada era kemerdekaan tahun 1946 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No.1 pasal 1 tahun 1946 dengan menamakannya menjadi Bank Rakyat Indonesia dan ditetapkan sebagai bank pemerintah yang pertama.

Sejarah Koperasi Syariah Indonesia

Lahirnya koperasi di Indonesia dilatarbelakangi oleh permasalahan yang sama yaitu menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental. Pada Tahun 1908 Budi Utomo menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga, kemudian untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi pada akhir tahun 1930 didirikan jawatan koperasi yang tugasnya menerangkan serta menjelaskan seluk beluk mengenai perkoperasian. Setelah berdirinya jawatan koperasi tersebut maka angka pertumbuhan koperasi menunjukkan peningkatan, jika pada tahun 1930 jumlah koperasi hanya 39 buah dengan jumlah anggota sebanyak 7.848 orang maka pada tahun 1939 jumlahnya menjadi 574 buah dengan jumlah anggotanya mencapai 52.555 orang. Tonggak sejarah koperasi berikutnya adalah kongres koperasi pertama yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 1947 di Tasikmalaya, dimana pada kongres terebut terbentuklah Sentra Organisasi Koperasi Rayat Indonesia (SOKRI). Momen ini juga membuat tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi Nasional.

Sedangkan untuk koperasi syari’ah tidak diketahui secara pasti, kapan mulai berkembang di Indonesia, namun secara historis model koperasi yang berbasis nilai Islam di Indonesia telah diprakarsai oleh paguyuban dagang yang dikenal dengan SDI (Sarikat Dagang Islam) oleh Haji Samanhudi di Solo Jawa Tengah yang menghimpun para anggotanya dari pedagang batik yang beragama Islam. Aktivitas SDI sejak berdiri tahun 1905 sampai 1912 berorientasi pada kerjasama ekonomi antar pedagang muslim sebelum berorientasi pada gerakan politik. Keberadaan Sarikat dagang Islam tidak bertahan lama, karena pada perkembangan selanjutnya Sarikat Dagang Islam berubah menjadi Sarikat Islam yang haluan pergerakannya cendrung bernuansa politik.

Tahun 1918 kalangan pesantren yang dimotori KH Hasyim As’syari mendirikan Nahdlatul Tujjar (Kebangkitan Pedagang) dengan kegiatannya yang berbentuk koperasi. Kemunculan organisasi ini sebagai respons atas mulai munculnya ide komunisme. Setelah SDI (Sarikat Dagang Islam) mengkonsentrasikan perjuangannya di bidang politik dan Nahdlatul Tujjar bertransformasi menjadi Nahdlatul Ulama tahun 1926 yang berkonsentrasi dakwah gaung koperasi syari’ah tidak terdengar lagi di Indonesia. Sekitar tahun 1990 barulah koperasi syari’ah mulai muncul lagi di Indonesia. Lebih tepatnya lagi pasca reformasi semangat ekonomi syari’ah dan koperasi syari’ah muncul kembali di negeri ini. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah saat ini ada 3020 koperasi syari’ah di Indonesia yang bergerak di berbagai macam kelembagaannya. Kelahiran koperasi syari’ah di Indonesia dilandasi oleh keputusan menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Keputusan Menteri ini memafasilitas berdirinya koperasi syariah menjadi koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) atau unit jasa keuangan syariah (UJKS), dengan adanya sistem ini membantu koperasi serba usaha di Indonesia memiliki unit jasa keuangan syariah. Dengan demikian dalam rangka mempercepat pertumbuhan dan perkembangan koperasi syari’ah di Indonesia, ke depannya mutlak diperlukan adanya Undang-Undang Koperasi Syariah tersendiri yang mampu mengakomodir percepatan dari Koperasi Syariah itu sendiri .

Rabu, 09 Maret 2011

ISLAMIC CARD


Kartu kredit syariah di Indonesia dikeluarkan berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN)

Nomor : 54/DSN-MUI/X/2006.

Keunggulan IslamicCard antara lain :

Dari Segi Pembebanan Biaya, perhitungan biaya bersifat fix yakni tidak berdasarkan bunga.

Dari Segi Akad, sesuai dengan fatwa MUI meliputi kafalah,qard dan ijarah.

Penjelasan dari masing-masing akad sebagai berikut :

Kafalah, penerbit kartu sebagai penjamin (kafil) bagi pemegang kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu dengan merchant dan atau penarikan uang tunai selain bank atau ATM bank penerbit kartu.

Qard, penerbit kartu sebagai pemberi jaminan (muqridh) kepada pemegang kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunia dari bank atau ATM bank penerbit kartu.

Ijarah, penerbit kartu sebagai penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu.

Secara umum bentuk dan penggunaan kartu kredit syariah hampir sama dengan kartu kredit konvensional, namun beberapa hal yang membedakannya antara lain :

Hanya digunakan untuk transaksi yang sesuai dengan syariah.

Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf).

Harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya.

Bagaimanapun kartu kredit merupakan produk keuangan yang fenomenal, yang dapat digunakan untuk membeli produk barang dan jasa atau mengambil uang tunai tanpa memiliki saldo kas sebelumnya. Pemakaian yang berlebihan dengan niat berhutang, besar pasak dari pada tiang merupakan pola hidup yang bertentangan dengan syariah dan nilai-nilai Islam. Sebagaimanapun syariahnya kartu kredit yang digunakan, meng-Islam-kan hati, fikiran dan hawa nafsu lebih utama dalam menghindarkan diri dari bermegah-megahan atau pemborosan.

Sebagaimana diingatkan Allah SWT tentang larangan bermegah-megahan yang dapat melalaikan, firman Allah SWT dalam Surat At Takasur (ayat 1-8) “ Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim, kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri, kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)”

Pemakaian kartu kredit walaupun kartu kreditnya syariah jika tidak berhati-hati juga dapat terjerumus dalam sifat boros. Bisa jadi barang atau jasa yang dibeli 100% merupakan produk yang halal dan thoyyib, namun dengan kemudahan kartu kredit dalam pembelian barang tersebut sebenarnya produk tersebut tidak terlalu penting. Secara tidak sadar telah berlaku boros yang merupakan bagian dari sifat setan, sebagaimana Allah SWT firmankan dalam Surat Al Isra’ ayat 27, “ Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”

Maha benar Allah SWT dengan segala firman-Nya. Sambut booming produk keuangan syariah dengan bijaksana dan semata-mata untuk kesejahteraan sesama serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.