Rabu, 09 November 2011

Pro Kontra UU Zakat Baru

Alhamdulillah Rapat Paripurna DPR telah menyetujui pengesahan RUU tentang Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (ZIS) menjadi UU. Persetujuan tersebut ditanyakan langsung dari meja pimpinan sidang dan seluruh fraksi yang ada di DPR menyatakan setuju RUU tentang ZIS menjadi UU pada hari Kamis 27 Oktober 2011 bertepatan dengan 29 Dhulqo’dah 1432 Hijriyyah. Mayoritas rakyat Indonesia dan umat Islam yang direpresentasikan dalam Dewan Perwakilan Rakyat telah mengakomodasi pengelolaan zakat dalam sistem hukum positif tentang pengelolaan zakat. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Gondo Radityo Gambiro bahkan menyatakan Rapat Paripurna Dewan merupakan momentum bersejarah setelah 66tahun kemerdekaan. Undang-undang zakat merupakan satu kemajuan dalam penerapan prinsip-prinsip syariah ke dalam hukum positif, dimana negara memiliki peran dan harus hadir memberikan pelayanan, perlindungan, dan jaminan kepada seluruh fakir miskin yang menjadi mustahik utama zakat. Apabila hal ini dapat diimplementasikan dengan sungguh-sungguh, maka hakekat kemerdekaan akan dirasakan oleh masyarakat yang lemah dan belum beruntung dalam memperbaiki kualitas hidupnya. Konsepsi pemikiran tersebut menjadi dasar pertimbangan Komisi VIII DPR melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Dalam undang-undang ini diatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Baznas, Baznas provinsi dan Baznas kabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya dan dapat ditempat lainnya. Dan dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ yang mendapat izin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk menteri serta wajib melaporkan tugas-tugasnya tersebut seteleah di audit kepala Baznas secara berkala.
Diantara gegap gempita para wakil rakyat tersebut tidak dapat dipungkiri munculnya Pro dan Kontra dikalangan umat Islam. Pihak yang Pro antara lain berasal dari para pegiat zakat baik sebagai amil maupun muzaki yang secara sadar dan ikhlas telah sesuai dan bersedia menyesuaikan dengan keberadaan UU tersebut. Pihak yang Pro antara lain amil, muzaki dan mustahik yang berada dalam naungan LAZNAS,LAZDA,BAZNAS dan BAZDA, dimana sebagian besar sudah menerapkan kaidah-kaidah sebagaimana tercantum dalam UU.
Pihak yang kontra diantaranya datang dari para pegiat zakat yang belum terlembaga atau terorganisir dalam bentuk LAZNAS,LAZDA,BAZNAS dan BAZDA. Saudara-saudara kita para pegiat zakat yang masih kontra dengan UU ini menilai Undang-Undang Zakat yang baru saja diparipurnakan DPR akan menyulitkan umat Islam untuk melaksanakan rukun Islam yang keempat. UU ini mewajibkan pembayaran zakat harus kepada amil dari lembaga amil zakat yang terdaftar.Pasal 38 undang-undang tersebut menyebutkan setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat, yaitu mengumpulkan, mendistribusikan, atau mendayagunakan zakat, tanpa izin pejabat yang berwenang. Pejabat tersebut berasal dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dan lembaga amil zakat milik Ormas, serta lembaga amil zakat yang berafiliasi kepada Baznas. Jika mengabaikan hal itu, maka yang bersangkutan terancam denda Rp 50 juta atau kurungan penjara selama satu tahun, sebagaimana diatur dalam pasal 41. Kekhawatiran pihak yang kontra lainnya adalah keberadaan UU ini hanya akan mengecilkan bahkan mematikan lembaga kecil/baru dan membesarkan lembaga besar/ lama yang sudah ada. Potensi zakat, infaq, sadaqah, wakaf yang besar dan akan semakin bertumbuh dan berkembang tidak akan mampu diemban oleh lembaga BAZ dan LAZ yang sudah ada saat ini. Potensi kreatif, inovatif umat Islam dalam memberdayakan zakat,infaq,sadaqah,wakaf justru terakomodir oleh UU yang baru dengan mendapatkan supervisi dan pembinaan oleh negara dan BAZ/LAZ besar yang sudah ada. Adapun pengawasan sesungguhnya ada pada masyarakat/ publik dengan adanya ketentuan melaporkan posisi keuangan, aktivitas dan arus kas yang audited dari akuntan publik terdaftar.
Keluarga besar Yayasan Dana Sosial Al Falah yang terdiri atas amil (karyawan, pengurus, pembina, pengawas), muzaki dan mustahik Insya Allah termasuk dalam jajaran yang pro dengan UU ini. Keberadaan UU ini akan meneguhkan keyakinan dan keikhlasan dalam berzakat melalui lembaga resmi, bahwa ternyata segenap potensi kreatif, inovatif dalam bingkai keikhlasan untuk beribadah harta semata- mata untuk menggapai ridla Allah SWT mendapat pengakuan dan perlindungan dari negara dalam hukum positif. Pengakuan negara memiliki dampak yang signifikan dalam mengoptimalkan potensi zakat yang ada atau dalam bahasa marketing sebagai media promosi tentang peran negara dalam mendorong tata kelola zakat yang lebih baik. Perlindungan dari negara berarti adanya jaminan hukum terhadap penyalahgunaan potensi harta dan keikhlasan para muzaki dalam berbagi, dimana adakalanya upaya menuntut akuntabilitas terhadap dana zakat terhalang oleh alibi-alibi yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban hanya pada Allah SWT sehingga upaya membawa masalah zakat ke hukum positif negara menemui hambatan. Akuntabilitas dana zakat yang tertuang dalam hukum positif setelah adanya UU Zakat sebenarnya menegaskan adanya syariat yang mewajibkan untuk melakukan pencatatan, pelaporan dan pertanggungjawaban secara baik dan benar (Surah Al Baqarah ayat 282 salah satunya).
Terhadap pihak-pihak yang masih kontra dengan UU ini, ada baiknya tetap kita anggap sebagai saudara yang dengan peduli mempertanyakan hal – hal yang belum difahami. Dengan bingkai toleransi dan semangat ukhuwah Islamiyyah, Insya Allah potensi kritis saudara-saudara kita yang masih kontra akan memberikan wawasan baru bahkan menyempurnakan pemahaman kita serta menjadi bahan amandemen UU ini kedepan menjadi lebih baik dalam mengakomodir seluruh potensi zakat, infaq, shadaqah bahkan potensi wakaf umat. Menyitir nasihat Ulama Hasan Al Banna, “jika tidak bisa diambil semua jangan tinggalkan semua”, maka jangan tinggalkan UU Zakat ini hanya karena ada beberapa pasal atau ayat yang untuk sementara kurang berkenan untuk dijalankan. Sikap pro dan kontra memang harus tetap ada sebagai hakekat umat Islam yang dinamis, sebagai ujian dalam toleransi ukhuwah Islamiyyah, sebagai proses check and balance menuju kemaslahatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan umat Islam sebagai mayoritas penduduknya. Kemaslahatan umat Islam sebagai mayoritas di NKRI Insya Allah akan tercapai salah satunya dengan semakin bertumbuh dan berkembangnya potensi zakat, infaq, shadaqah dan wakaf dengan hadirnya negara dalam memberikan payung UU. Mari dengan senang hati menyambut kehadiran UU zakat yang baru secara aplikatif dalam amal nyata sebagai amil, muzaki dan mustahik dengan tetap menjaga sikap kritis untuk perbaikannya kedepan menuju kemaslahatan umat yang lebih baik.

Kamis, 27 Oktober 2011

Zakat dan Amanat UUD 1945 pasal 34

Amanat UUD 1945 pasal 34 yang berbunyi Fakir Miskin dan Anak-anak terlantar dipelihara oleh negara merupakan cita-cita mulia yang digagas oleh founding fathers Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta. Seiring dengan perjalanan waktu sejak proklamasi kemerdekaan hingga sekarang konsep tersebut telah dijalankan dengan adanya departemen social, kebijakan bantuan langsung tunai, kebijakan bina lingkungan BUMN dan lain-lain. Akan tetapi angka kemiskinan kian hari kian meningkat saja yang membuat beban negara menjadi semakin berat untuk memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar.
Peran masyarakat dan swasta sangat diperlukan untuk ikut serta menjalankan amanat pasal 34 tersebut diatas, dan sejarah telah mencatat beberapa aktivitas pemuka agama Islam dan masyarakat dalam memelihara fakir miskin. Sebagaimana waliyullah Sunan Drajat yang berdakwah dalam kisaran abad VI dengan ajarannya berilah makan pada orang kelaparan, berilah tongkat pada orang buta, berilah pakaian pada orang yang compang-camping. Juga KH.Ahmad Dahlan yang berdakwah di abad XX menekankan pengamalan Surah Al Ma’un pada jam’iyyahnya agar memperhatikan fakir miskin.Demikian prestasi umat Islam dalam memelihara fakir miskin sebagai bagian dari ajaran agamanya yang luhur.
Seiring dengan perkembangan waktu dimana aktivitas zakat, infaq, shadaqah, wakaf dan qurban sudah terorganisir oleh Lembaga Amil Zakat swasta dan Badan Amil Zakat instansi pemerintah, maka amanat pasal 34 UUD 1945 dapat dijalankan dengan baik. Tetapi ada kata yang perlu disesuaikan dengan semangat Lembaga dan Badan Amil Zakat yaitu kata “dipelihara” menjadi “diberberdayakan”. Tanpa bermaksud masuk dalam ranah politik dengan maksud mengamandemen konstitusi negara cukuplah terpatri dalam sanubari segenap pegiat zakat dalam menjalankan amanat pasal 34 menjadi Fakir Miskin dan anak-anak terlantar diberdayakan dengan zakat, infaq, shadaqah, wakaf, qurban.
Diberdayakan memiliki arti lebih kompleks yang didalamnya juga terkandung maksud dipelihara. Memelihara fakir miskin, anak-anak terlantar, kaum dhuafa dan segenap ashnaf zakat lainnya sebagai program awal sebelum memberdayakan. Perlu pemetaan beberapa factor dalam memelihara kemudian memberdayakan fakir miskin dan anak-anak terlantar antara lain usia produktifnya, lingkungan social dan potensi diri serta daerah.
Pemetaan usia, diperlukan untuk mengetahui usia pra-produktif, produktif dan pasca-produktif. Tidak ada batasan baku dalam pemetaan usia tersebut dimana terdapat anak-anak dibawah umur yang sudah terpaksa bekerja dan orang tua renta yang masih terpaksa bekerja. Menurut standar yang ditetapkan pemerintah, usia produktif adalah usia yang berada dalam rentang waktu 15 s/d 55 tahun, sehingga usia dibawah 15 tahun masuk dalam usia pra-produktif dan diatas 55 tahun sebagai usia pasca-produktif. Dalam memberdayakan fakir miskin dan anak-anak terlantar rentang usia tersebut bisa dipakai sebagai acuan walaupun tidak dapat diterapkan secara mutlak. Usia dibawah 15 tahun diberdayakan dengan jaminan pendidikan dasar serta pekerjaan yang menghasilkan tanpa mengganggu kegiatan belajar. Usia diatas 55 tahun sepanjang masih mampu bekerja perlu diberdayakan potensi kerjanya dengan pemeliharaan kesehatan yang cukup, mengingat dalam usia ini rentan sakit karena factor usia. Pemeliharaan penuh tanpa memberdayakan diberikan untuk usia diatas 55 tahun yang tidak lagi mampu bekerja.
Penanganan usia produktif 15 sd 55 tahun harus lebih besar pada porsi pemberdayaan dengan pelatihan kerja, modal usaha dan bantuan pemeliharaan kesehatan dikala sakit tidak mampu bekerja. Dengan keberhasilan memberdayakan usia produktif diharapkan kelompok usia ini mampu menopang golongan usia non-produktif.
Lingkungan social, perlu diberdayakan pula untuk keluar dari garis kemiskinan. Lingkungan social meliputi sikap mental masyarakat dalam memandang arti kerja sebagai aktivitas yang mulia. Pembenahan lingkungan social sebelum diberdayakan dapat dilakukan dengan diberikan bantuan langsung berupa sarana prasarana fasilitas umum, kesehatan, pendidikan dan dakwah Islamiyyah secara rutin untuk mengarahkan lingkungan social menuju pola pikir dan pemahaman agama yang benar. Tanpa pembenahan lingkungan social akan menjadikan masyarakat miskin menikmati bantuan langsung tanpa berminat untuk diberdayakan menuju kemandirian.
Potensi diri dan daerah, sebagai factor yang signifikan dalam pemberdayaan dimana model program yang dijalankan LAZ dan BAZ perlu disesuaikan. Potensi diri masyarakat pegunungan yang agraris bisa diberikan program pemberdayaan pertanian. Potensi masyarakat pesisir yang menjadikan laut sebagai sumber penghasilan bisa diberdayakan dengan pelatihan cara memperoleh, mengolah dan memasarkan hasil laut yang baik. Masyarakat miskin perkotaan juga perlu pemberdayaan potensi diri sesuai dengan potensi pasar terdekat.
Dengan jumlah penduduk mayoritas muslim dan potensi zakat yang besar, INSYA ALLAH masyarakat muslim mampu secara swadaya memberdayakan fakir miskin dan anak-anak terlantar dengan zakat, infaq, shadaqah, wakaf, qurban. Dengan demikian amanat pasal 34 UUD 1945 dapat terlaksana tanpa harus menjadi beban pemerintah dan semakin lama beban tersebut dapat semakin berkurang atas swadaya zakat, infaq, shadaqah, wakaf, qurban masyarakat muslim dengan negara sebagai fasilitator potensi kreatif inovatif masyarakat.

Rabu, 20 Juli 2011

Lembaga Amil Zakat sebagai BENDUNGAN bukan sekedar Irigasi


Alhamdulillah untuk kesekian kalinya Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan konferensi zakat international oleh World Zakat Forum. Kegiatan berlangsung tanggal.19-21 July 2011 di Bogor. Kesadaran menunaikan kewajiban zakat melalui lembaga resmi telah meningkat di dunia Islam tidak terkecuali di Indonesia. Banyak sekali kemaslahatan yang dapat dibangun melalui lembaga amil zakat yang resmi dan beroperasi secara berkesinambungan. Jika sebelumnya pengeloaan zakat hanya bersifat kepanitiaan di bulan Ramadhan sampai Idulfithri dilanjutkan panitia IdulQurban kurang lebih 3bulan berikutnya, maka saat ini kehadirannya secara kelembagaan sangat disyukuri.

Pola kepanitiaan dalam pengelolaan zakat,infaq dan shadaqah ibarat mengelola sebuah irigasi yang menyalurkan air ke sawah-sawah. Sifat irigasi lebih banyak pada bentuk penyaluran air dengan debit yang kecil dan dalam jangka waktu yang pendek. Irigasi juga hanya memiliki satu atau sedikit orientasi saja yaitu bagaimana agar sawah dan kebun tidak kering karena kekurangan air. Zakat,infaq dan shadaqah yang dikelola dengan model kepanitiaan sama dengan proses dalam system irigasi. Zakat,infaq dan shadaqah dikumpulkan dalam jangka pendek bisa jadi hanya selama bulan Ramadhan. Biasanya juga hanya dalam bentuk zakat fithrah dan zakat mall yang nilainya kecil. Penyalurannya juga terburu-buru karena harus disalurkan segera sebelum dikumandangkan takbir tanda hari raya dan pelaksanaan sholat Idulfithri. Dengan demikian pola kepanitiaan seperti ini hanya menyelesaikan satu masalah saja yaitu bagaimana para mustahik tidak lapar pada saat hari raya. Sedangkan nasib mustahik pasca hari raya sedikit diperhatikan, kalaupun ada perhatian biasanya hanya oleh perorangan saja karena kepanitiaan sudah selesai. Namun demikian patut diapresiasi kerja keras para panitia zakat,infaq dan shadaqah yang telah dengan tulus melakukan amal kebajikan dalam membantu membersihkan harta umat Islam untuk diberikan kepada saudara muslim lain yang membutuhkan.

Memasuki akhir tahun 80-an hingga awal tahun 90-an telah tumbuh kesadaran untuk melembagakan kepanitian zakat,infaq dan shadaqah. Adapun aktivitas incidental kepanitian setiap bulan Ramadhan tetap ada sebagai bagian dari potensi kreatif,inisiatif umat Islam. Dengan kelembagaan resmi berbadan hukum yayasan umumnya menjadikan pengelolaan zakat,infaq dan shadaqah menjadi aktivitas yang berkesinambungan dalam penerimaan/pencarian dan penyaluran dana.

Melembagakan pengelola zakat,infaq dan shadaqah bisa diibaratkan membangun sebuah bendungan. Bendungan memiliki fungsi yang sangat banyak antara lain sebagai pembangkit listrik, perikanan, pariwisata, pengairan sawah ,pengairan kebun, bahan baku air minum/ air bersih dan menciptakan ekosistem baru. Agar mampu memberikan banyak manfaat tersebut bendungan memerlukan manajemen yang sangat baik. Pengaturan penampungan debit air harus cukup dan seimbang secara proporsional dengan penyalurannya. Manajemen dan pemeliharaan sekitar D.A.S (Daerah Aliran Sungai) juga perlu diperhatikan secara serius khususnya kualitas hutan dan tanaman sebagai sumber air sungai yang akan ditampung di bendungan.

Belajar dari manajemen bendungan tersebut, lembaga amil zakat yang mayoritas dijalankan oleh swasta dalam wadah yayasan swadaya masyarakat dan badan amil zakat yang banyak didirikan dan dijalankan oleh instansi pemerintah sangat penting untuk diatur secara serius. Aspek manajemen sumber daya insani,manajemen keuangan dan manajemen pengembangan wilayah kemasyarakatan perlu dijalankan secara sinergis. Hampir seluruh golongan masyarakat berpenghasilan rendah, menengah dan tinggi berpartisipasi menyalurkan donasinya pada lembaga aml zakat. Ibarat pohon-pohon sebagai sumber mata air sungai, para donator perlu dirawat dengan baik secara individu maupun dalam aspek social kemasyarakatannya. Lembaga dan Badan Amil Zakat sebagai bendungan perlu mengatur debit aliran dana secara proporsional dalam penghimpunan dan penyalurannya. Pendidikan, Kesehatan, Pemberdayaan Ekonomi, Penanganan Masalah Sosial sebagai obyek penyaluran pada posisi hilir yang pada saatnya dapat menjadi hulu dengan munculnya donator – donator baru dari kelompok masyarakat yang terberdayakan. Sehingga akan tercipta ekosistem yang seimbang dalam masyarakat dimana golongan muzakki memiliki wadah untuk berbagi dan golongan mustahik mendapatkan pertolongan untuk suatu saat dengan bangga bergabung bersama golongan muzakki.

Minggu, 17 Juli 2011

Bulan Ramadhan dan Inflasi

Memasuki bulan suci Ramadhan selalu dihadapkan pada kenaikan harga kebutuhan pokok. Ditengarai karena meningkatnya konsumsi masyarakat selama bulan suci Ramadhan terhadap kebutuhan pangan,sandang dan energi baik listrik maupun minyak. Dibalik itu semua yang menikmati keuntungan besar sebagian besar adalah umat non muslim yang memegang mata rantai distribusi kebutuhan pokok. Pertanyaannya apakah benar konsumsi masyarakat muslim meningkat selama Ramadhan sehingga menurut hukum supply and demand begitulah adanya permintaan yang besar dan ketersediaan yang tidakbertambah menyebabkan harga naik. Sungguh ironis jika dalam bulan Ramadhan tingkat konsumsi masyarakat menjadi lebih besar dibanding bulan-bulan lain diuar Ramadhan. Bukankah dengan Ramadhan kebutuhan makan yang biasanya 3kali dalam sehari menjadi 2kali saja. Tetapi agaknya pola konsumsi 2kali sehari porsinya bisa lebih besar dari sisi kuantitas dan kualitas dibandingkan bulan-bulan di luar Ramadhan. Atau perlu juga hal ini disikapi secara positif sebagai peningkatan konsumsi masyarakat muslim karena kebutuhan untuk saling berbagi diantara sesamanya. Apabila biasanya memasak hanya untuk anggota keluarganya saja, maka pada bulan Ramadhan bisa jadi perlu memasak lebih banyak untuk dibagi-bagikan di masjid-masjid,panti asuhan,panti sosial untuk berbuka maupun makan sahur. Dalam hal berpakaian biasanya juga merasa perlu untuk memakai perlengkapan sholat baru selama Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Ada beberapa keluarga yang juga berbelanja sandang bukan hanya untuk keluarganya saja tetapi untuk keluarga lain di kampung halaman. Kebutuhan energi juga meningkat dimana konsumsi listrik lebih banyak karena selama Ramadhan biasa beraktivitas mulai dini hari persiapan sahur hingga malam untuk tarawih dan ibadah malam lainnya. BBM menjadi meningkat demandnya juga karena kebutuhan distribusi bahan pokok yang meningkat serta peningkatan agenda silaturahmi selama Ramadhan dilanjutkan Syawal. Menyikapi meningkatnya konsumsi dan dsitribusi bahan kebutuhan pokok selama Ramadhan hingga Syawal semoga umat Islam dapat mengambil peran lebih banyak sehingga tidak sekedar menjadi penonton,konsumen atau obyek yang kehabisan uang tabungan pasca Idul Fitri. Selamat memasuki bulan suci Ramadhan 1432 Hijriyyah.

Selasa, 22 Maret 2011

Gremeen Bank from Bangladesh for World Humanity

Dalam skala internasional seorang muslim berkebangsaan Bangladesh Muhammad Yunus merintis Grameen Bank pada tahun 1976 dan mendapatkan pengakuan dunia melalui penghargaan Nobel Perdamaian Dunia tahun 2006. Grameen Bank telah diadopsi oleh banyak negara berkembang dan negara maju termasuk Amerika Serikat dalam program pengentasan kemiskinan. Didirikan tahun 1976 sebagai bentuk kepedulian seorang Doktor Ilmu Ekonomi Muslim Muhammad Yunus atas bencana kelaparan yang terjadi di Bangladesh sejak tahun 1974. Dari sebuah survey kecil yang dilakukan terhadap 42 wanita yang bekerja sebagai perajin anyaman didapatkan informasi bahwa mereka terjerat lintah darat hanya dengan pinjaman US$ 27 ( dengan kurs rupiah +/-setara dengan Rp 270.000,-). Sebagai seorang intelektual muslim beliau merasa berdosa jika membiarkan kemiskinan yang berkelanjutan hanya karena pinjaman yang tidak seberapa. Hal-hal yang menonjol dari Grameen antara lain mengutamakan perempuan sebagai anggotanya, pinjaman tanpa jaminan dan kelompok sebagai penjamin. Beliau memprioritaskan kaum wanita dan perempuan untuk dibantu karena menurutnya :

Sedangkan kewajiban berkelompok dimaksudkan agar memiliki pemikiran yang sama karena hidup dalam kondisi sosial ekonomi serupa, rasa aman, saling dukung, saling bantu, iklim kompetisi yang dapat memicu keberhasilan.

Ketulusan dan kepedulian beliau telah mengantarkan anggota grameen berangsur-angsur beranjak dari kemiskinan. Dengan mengandalkan kekuatan tiga hal tersebut terbukti grameen mampu bertahan dan berkembang dengan kepemilikan saham 94% oleh anggotanya yang berjumlah 7 juta warga miskin dan hanya 6% oleh pemerintah Bangladesh.

Minggu, 20 Maret 2011

Bank dari Kas Masjid


Dalam skala nasional umat Islam patut berbangga dengan keberadaan Bank Rakyat Indonesia sebagai bank milik pribumi pertama di Indonesia yang berdiri pada tahun 1895,

pada awalnya bernama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Pertolongan dan Simpanan Milik Kaum Pribumi berkebangsaan Indonesia. Sejarah mencatat bahwa pendirinya adalah seorang Patih Banyumas Raden Bei Aria Wiriatmaja yang dibantu asisten residen E.Siedeburgh menyadari akan pentingnya sebuah lembaga keuangan yang dapat memberikan pinjaman ringan untuk menepis jeratan lintah darat. Pemikiran tersebut diilhami oleh kegiatannya selama mengelola pinjaman yang bersumber dari kas masjid. Bertahun-tahun lembaga ini mandiri secara swadaya dengan kekuatan penuh anggotanya tanpa mengandalkan bantuan pemerintah yang notabene pemerintahan kolonial Belanda pada saat itu cenderung memiskinakan kaum pribumi. Dengan ketulusan,kekeluargaan dan gotong-royong lembaga ini mampu bertahan dan berkembang mengarungi jaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang sampai era kemerdekaan. Melihat potensi rakyat yang demikian besar, pada era kemerdekaan tahun 1946 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No.1 pasal 1 tahun 1946 dengan menamakannya menjadi Bank Rakyat Indonesia dan ditetapkan sebagai bank pemerintah yang pertama.

Sejarah Koperasi Syariah Indonesia

Lahirnya koperasi di Indonesia dilatarbelakangi oleh permasalahan yang sama yaitu menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental. Pada Tahun 1908 Budi Utomo menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga, kemudian untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi pada akhir tahun 1930 didirikan jawatan koperasi yang tugasnya menerangkan serta menjelaskan seluk beluk mengenai perkoperasian. Setelah berdirinya jawatan koperasi tersebut maka angka pertumbuhan koperasi menunjukkan peningkatan, jika pada tahun 1930 jumlah koperasi hanya 39 buah dengan jumlah anggota sebanyak 7.848 orang maka pada tahun 1939 jumlahnya menjadi 574 buah dengan jumlah anggotanya mencapai 52.555 orang. Tonggak sejarah koperasi berikutnya adalah kongres koperasi pertama yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 1947 di Tasikmalaya, dimana pada kongres terebut terbentuklah Sentra Organisasi Koperasi Rayat Indonesia (SOKRI). Momen ini juga membuat tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi Nasional.

Sedangkan untuk koperasi syari’ah tidak diketahui secara pasti, kapan mulai berkembang di Indonesia, namun secara historis model koperasi yang berbasis nilai Islam di Indonesia telah diprakarsai oleh paguyuban dagang yang dikenal dengan SDI (Sarikat Dagang Islam) oleh Haji Samanhudi di Solo Jawa Tengah yang menghimpun para anggotanya dari pedagang batik yang beragama Islam. Aktivitas SDI sejak berdiri tahun 1905 sampai 1912 berorientasi pada kerjasama ekonomi antar pedagang muslim sebelum berorientasi pada gerakan politik. Keberadaan Sarikat dagang Islam tidak bertahan lama, karena pada perkembangan selanjutnya Sarikat Dagang Islam berubah menjadi Sarikat Islam yang haluan pergerakannya cendrung bernuansa politik.

Tahun 1918 kalangan pesantren yang dimotori KH Hasyim As’syari mendirikan Nahdlatul Tujjar (Kebangkitan Pedagang) dengan kegiatannya yang berbentuk koperasi. Kemunculan organisasi ini sebagai respons atas mulai munculnya ide komunisme. Setelah SDI (Sarikat Dagang Islam) mengkonsentrasikan perjuangannya di bidang politik dan Nahdlatul Tujjar bertransformasi menjadi Nahdlatul Ulama tahun 1926 yang berkonsentrasi dakwah gaung koperasi syari’ah tidak terdengar lagi di Indonesia. Sekitar tahun 1990 barulah koperasi syari’ah mulai muncul lagi di Indonesia. Lebih tepatnya lagi pasca reformasi semangat ekonomi syari’ah dan koperasi syari’ah muncul kembali di negeri ini. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah saat ini ada 3020 koperasi syari’ah di Indonesia yang bergerak di berbagai macam kelembagaannya. Kelahiran koperasi syari’ah di Indonesia dilandasi oleh keputusan menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Keputusan Menteri ini memafasilitas berdirinya koperasi syariah menjadi koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) atau unit jasa keuangan syariah (UJKS), dengan adanya sistem ini membantu koperasi serba usaha di Indonesia memiliki unit jasa keuangan syariah. Dengan demikian dalam rangka mempercepat pertumbuhan dan perkembangan koperasi syari’ah di Indonesia, ke depannya mutlak diperlukan adanya Undang-Undang Koperasi Syariah tersendiri yang mampu mengakomodir percepatan dari Koperasi Syariah itu sendiri .

Rabu, 09 Maret 2011

ISLAMIC CARD


Kartu kredit syariah di Indonesia dikeluarkan berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN)

Nomor : 54/DSN-MUI/X/2006.

Keunggulan IslamicCard antara lain :

Dari Segi Pembebanan Biaya, perhitungan biaya bersifat fix yakni tidak berdasarkan bunga.

Dari Segi Akad, sesuai dengan fatwa MUI meliputi kafalah,qard dan ijarah.

Penjelasan dari masing-masing akad sebagai berikut :

Kafalah, penerbit kartu sebagai penjamin (kafil) bagi pemegang kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu dengan merchant dan atau penarikan uang tunai selain bank atau ATM bank penerbit kartu.

Qard, penerbit kartu sebagai pemberi jaminan (muqridh) kepada pemegang kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunia dari bank atau ATM bank penerbit kartu.

Ijarah, penerbit kartu sebagai penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu.

Secara umum bentuk dan penggunaan kartu kredit syariah hampir sama dengan kartu kredit konvensional, namun beberapa hal yang membedakannya antara lain :

Hanya digunakan untuk transaksi yang sesuai dengan syariah.

Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf).

Harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya.

Bagaimanapun kartu kredit merupakan produk keuangan yang fenomenal, yang dapat digunakan untuk membeli produk barang dan jasa atau mengambil uang tunai tanpa memiliki saldo kas sebelumnya. Pemakaian yang berlebihan dengan niat berhutang, besar pasak dari pada tiang merupakan pola hidup yang bertentangan dengan syariah dan nilai-nilai Islam. Sebagaimanapun syariahnya kartu kredit yang digunakan, meng-Islam-kan hati, fikiran dan hawa nafsu lebih utama dalam menghindarkan diri dari bermegah-megahan atau pemborosan.

Sebagaimana diingatkan Allah SWT tentang larangan bermegah-megahan yang dapat melalaikan, firman Allah SWT dalam Surat At Takasur (ayat 1-8) “ Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim, kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri, kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)”

Pemakaian kartu kredit walaupun kartu kreditnya syariah jika tidak berhati-hati juga dapat terjerumus dalam sifat boros. Bisa jadi barang atau jasa yang dibeli 100% merupakan produk yang halal dan thoyyib, namun dengan kemudahan kartu kredit dalam pembelian barang tersebut sebenarnya produk tersebut tidak terlalu penting. Secara tidak sadar telah berlaku boros yang merupakan bagian dari sifat setan, sebagaimana Allah SWT firmankan dalam Surat Al Isra’ ayat 27, “ Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”

Maha benar Allah SWT dengan segala firman-Nya. Sambut booming produk keuangan syariah dengan bijaksana dan semata-mata untuk kesejahteraan sesama serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Sabtu, 26 Februari 2011

THE BEST 10 BANK IN INDONESIA 2009-2010

2010

No

Bank

Asset (Rp)Triliun

% from total bank’s asset

1

Mandiri

410,619

13,65

2

BRI

395,396

13,14

3

BCA

323,345

10,75

4

BNI

241,169

8,02

5

CIMB Niaga

142,932

4,75

6

Danamon

113,861

3,78

7

Panin

106,508

3,54

8

Permata

74,040

2,46

9

BII

72,030

2,39

10

BTN

68,334

2,27

Bank of Indonesia Februari 2011

2009

No

Bank

Asset (Rp)Triliun

% from total bank’s asset

1

Mandiri

299,772

15,19

2

BRI

254,790

12,91

3

BCA

244,666

12,40

4

BNI

188,656

9,56

5

CIMB Niaga

86,258

4,37

6

Danamon

67,782

3,44

7

Panin

56,307

2,85

8

BII

47,515

2,41

9

Permata

45,751

2,32

10

BTN

40,216

2,04

Bank of Indonesia Februari 2010

KODE BANK

KODE BANK M-BANKING

Nama Bank

Kode Bank

Nama Bank

Kode Bank

MANDIRI

008

MUAMALAT

147

MANDIRI SYARIAH

451

MEGA

426

BNI

009

MEGA SYARIAH

506

BCA

014

BPD JATIM

114

BRI

002

PERMATA

013

BUKOPIN

441

CIMB NIAGA

022

DANAMON

011

SINARMAS

153

BII

016

NISP

028

BUMIPUTERA

485

MAYAPADA

097

BNP

145

STANDARDCHARTERED

050

BUANA

023

MASPION

157

INDOMONEX

498

JASA JAKARTA

472

COMMONWEALTH

950

ROYAL

501

Untuk keperluan transfer dari ATM atau dari PONSEL

Minggu, 13 Februari 2011

KPR Syariah Musyarakah wal Ijarah vs Murabahah

Pengalaman saya yang sangat berkesan sejak akhir bulan Maret 2010 sampai April 2010 yaitu hunting KPR Syariah pemilikan tanah dan bangunan untuk kantor. Pimpinan saya alhamdulillah seorang muslim yang baik mengharuskan saya berburu KPR syariah, bukan konvensional. Padahal saat itu suku bunga KPR lebih kecil dibandingkan KPR syariah. Keputusan tersebut membuat saya senang karena bisa praktikkan ilmu saya tentang Islamic Finance yang sedang saya pelajari di Pasca sarjana Universitas Airlangga Surabaya. Tidak kurang dari 5 bank syariah di Surabaya saya jajaki untuk bekerjasama untuk pembiyaan pembelian tanah dan rumah kantor. Salah satu bank syariah menwarkan KPR dengan uang muka 0% skema musyarakah wal ijarah. Secara singkat skema ini mengajak kantor kami bersama bank membeli rumah dengan proporsi tertentu (akad musyarakah), selanjutnya kami mengangsur jumlah pinjaman dengan bagi hasil sebagaimana leasing untuk opsi kepemilikan secara otomatis pada saat seluruh kewajiban angsuran lunas. Tawaran yang sangat menarik menurut saya, karena dp 0 % itu. Pada bank syariah lainnya skema yang dipakai adalah murabahah ( jual beli ), dengan kewajiban menyerahkan uang muka sebesar 30%. Cukup lama kami mempertimbangkan kedua skema tersebut. Dari kedua skema tersebut tidak ada yang lebih baik dan tidak ada yang jelek, keduanya sama-sama baik karena saya yakin pasti sudah melewati control dari dewan syariah baik di MUI maupun internal bank masing-masing.

Perbedaan yang utama terhadap dua akad tersebut adalah :

Musyarakah Wal Ijarah

Murabahah

1. Prinsip kerjasama dan sewa beli/leasing

2. Uang muka 0 %

3. Margin bagi hasil dievaluasi setiap

2 tahun

1. Prinsip Jual-beli

2. Uang muka min.30%

3. Margin bagi hasil flat/tetap selama akad

Akhirnya setelah istikharah selama sepekan kami memutuskan mengambil akad MURABAHAH dan alhamdulillah dalam 3 hari sejak berkas-berkas yang diminta kami lengkapi pembiayaan disetujui senilai Rp 1.120.000.000,- jangka waktu 120bulan. Saat ini sedang dalam proses di Notaris. Terimakasih Bukopin Syariah Cabang Surabaya atas pelayanannya yang ramah, cepat , kompetitif dan berkah.