Rabu, 27 Agustus 2014

Akuntansi Warisan Peradaban Islam dan Katholik

Akuntansi dalam praktik dan keilmuan   pada abad millennium ini tidak tampak sebagai bagian dari peradaban Islam. Akuntansi identik dengan peradaban barat yang kapitalis dan materialistis sehingga dianggap wajar jika segalanya harus tertulis dan dipertanggungjawabkan antar pihak yang berkepentingan dengan harta suatu perniagaan.
Islam sesungguhnya lebih awal mengenal praktik dan ilmu akuntansi atau pembukuan. Masa Khalifah Umar bin Khattab (636-645) mempraktikkan prosedur pencatatan debet dan kredit pada Bait al-Mal al-Markazi di seluruh wilayah negeri Islam. Keilmuan akuntansi berkembang pada masa Khalifah Abasiyah (750-847) ditandai dengan terbitnya buku-buku Jaridah Annafaqat (Jurnal Pengeluaran), Jaridah al-Mal (Jurnal Dana), Jaridah al Mushadariin (Jurnal Dana Sitaan) dan lain-lain. Praktik akuntansi pada masa awal peradaban Islam hakekatnya selaras dengan kondisi generasi pada masa tersebut yang sangat tinggi ghirah keislamannya. Ghirah keislaman yang menjadikan Al Qur’an sebagai kompas dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam praktik pembukuan. Praktik pencatatan diperintahkan Allah SWT dalam Al  Qur’an surah Al Baqarah ayat 282, terjemahannya “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridlai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”  Ayat tersebut oleh para akuntan muslim diyakini sebagai ayat akuntansi petunjuk dan perintah melakukan pembukuan. Praktik akuntansi yang membudaya secara berkesinambungan pada masa khaiafah telah mengembangkan ilmu akuntansi sebagai bagian peradaban Islam. Bukti lainnya bahwa akuntansi sebagai bagian peradaban Islam adalah penggunaan angka Hindustan dan Arab yang lebih efisien dibandingkan angka Romawi yang bersifat angka symbol daripada angka alat hitung. Angka Hindustan 1 sd 9 yang disempurnakan oleh orang Arab/Islam dengan penemuan angka 0 menjadi basic pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu akuntansi yang menggunakan angka sebagai basicnya berkembang bersama dengan ilmu matematika, aljabar dan astronomi. Juga berkembang bersama ilmu kedokteran, sains dan teknologi lainnya. Dinasti Bani Abas (750-1258) dengan wilayah Islam mencakup Bizantium, Afrika Utara, Andalusia, Asia Timur sampai perbatasan Tiongkok sebagai puncak peradaban Islam dalam sains, teknologi serta manajemen dagang termasuk teknik pembukuan.

Para pedagang Italy memperoleh pendidikan metode dagang termasuk pembukuan dari mitra dagang dari daerah sekitar Laut Tengah, yang kebanyakan muslim dan sedikit dari India. Perilaku pembukuan para pedagang Italy inilah yang diamati oleh Fra Luca Bartolomeo de Pacioli sebagai inspirasi penulisan buku Summa de Arithmetica, Geometria, Proportioni et Proportionalita terbit di Venesia Italy tahun 1494. Akuntansi memang produk peradaban barat/ Eropa jika mengacu pada tahun 1494 sampai sekarang. Pada tahun tersebut Fra Luca Bartolomeo de Pacioli dinobatkan sebagai father of accounting setelah menulis buku Summa de Arithmetica, Geometria, Proportioni et Proportionalita terbit di Venesia Italy. Pada bab ke-9 subbab ke-11 yang berjudul Particularis de Computis et Scriptunis (Kekhasan Menghitung dan Menulis) membahas tentang memoriale, giornale dan quardeno sebagai hal penting atau khas dalam tata buku. Memoriale sebagai buku harian yang menampung transaksi dan peristiwa usaha secara kronologis. Giornale sebagai teknik jurnal untuk mengolah buku harian pada akun debit kredit. Quaderno sebagai buku besar yang merinci transaski tiap pos. Kemampuan Fra Luca mengamati kemudian menulis, mencetak dan menyebarluaskan hasil tulisannya sebagai bagian dari keunggulan peradaban Eropa/ Katholik pada masa itu. Dimana pada tahun 1494 tersebut sebagai bagian dari kemunduran peradaban Islam. Minimnya keterlibatan muslim dalam wacana ilmu pengetahuan termasuk disiplin pengetahuan akuntansi membawa kemunduran pula dalam berbagai bidang kehidupan termasuk ekonomi. Kemunduran ditengarai terjadi sejak abad pertengahan (1250-1400), ketika umat Islam meninggalkan tradisi berfikir rasional. Tidak cukup sekedar membanggakan masa gemilang peradaban Islam. Namun tidak mustahil mewujudkan kembali peradaban Islam dengan kembali pada tradisi berfikir rasional dengan membaca dan menulis, menjauhi wahn hubbudunya, menggiatkan dakwah, ukhuwah Islamiyah. Melakukan praktik akuntansi dengan baik oleh umat Islam dalam organisasi Islam, praktik bisnis dan lain-lain sebagai salah satu upaya merajut kepingan puzzle membangun kembali peradaban Islam.