Rabu, 09 November 2011

Pro Kontra UU Zakat Baru

Alhamdulillah Rapat Paripurna DPR telah menyetujui pengesahan RUU tentang Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (ZIS) menjadi UU. Persetujuan tersebut ditanyakan langsung dari meja pimpinan sidang dan seluruh fraksi yang ada di DPR menyatakan setuju RUU tentang ZIS menjadi UU pada hari Kamis 27 Oktober 2011 bertepatan dengan 29 Dhulqo’dah 1432 Hijriyyah. Mayoritas rakyat Indonesia dan umat Islam yang direpresentasikan dalam Dewan Perwakilan Rakyat telah mengakomodasi pengelolaan zakat dalam sistem hukum positif tentang pengelolaan zakat. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Gondo Radityo Gambiro bahkan menyatakan Rapat Paripurna Dewan merupakan momentum bersejarah setelah 66tahun kemerdekaan. Undang-undang zakat merupakan satu kemajuan dalam penerapan prinsip-prinsip syariah ke dalam hukum positif, dimana negara memiliki peran dan harus hadir memberikan pelayanan, perlindungan, dan jaminan kepada seluruh fakir miskin yang menjadi mustahik utama zakat. Apabila hal ini dapat diimplementasikan dengan sungguh-sungguh, maka hakekat kemerdekaan akan dirasakan oleh masyarakat yang lemah dan belum beruntung dalam memperbaiki kualitas hidupnya. Konsepsi pemikiran tersebut menjadi dasar pertimbangan Komisi VIII DPR melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Dalam undang-undang ini diatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Baznas, Baznas provinsi dan Baznas kabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya dan dapat ditempat lainnya. Dan dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ yang mendapat izin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk menteri serta wajib melaporkan tugas-tugasnya tersebut seteleah di audit kepala Baznas secara berkala.
Diantara gegap gempita para wakil rakyat tersebut tidak dapat dipungkiri munculnya Pro dan Kontra dikalangan umat Islam. Pihak yang Pro antara lain berasal dari para pegiat zakat baik sebagai amil maupun muzaki yang secara sadar dan ikhlas telah sesuai dan bersedia menyesuaikan dengan keberadaan UU tersebut. Pihak yang Pro antara lain amil, muzaki dan mustahik yang berada dalam naungan LAZNAS,LAZDA,BAZNAS dan BAZDA, dimana sebagian besar sudah menerapkan kaidah-kaidah sebagaimana tercantum dalam UU.
Pihak yang kontra diantaranya datang dari para pegiat zakat yang belum terlembaga atau terorganisir dalam bentuk LAZNAS,LAZDA,BAZNAS dan BAZDA. Saudara-saudara kita para pegiat zakat yang masih kontra dengan UU ini menilai Undang-Undang Zakat yang baru saja diparipurnakan DPR akan menyulitkan umat Islam untuk melaksanakan rukun Islam yang keempat. UU ini mewajibkan pembayaran zakat harus kepada amil dari lembaga amil zakat yang terdaftar.Pasal 38 undang-undang tersebut menyebutkan setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat, yaitu mengumpulkan, mendistribusikan, atau mendayagunakan zakat, tanpa izin pejabat yang berwenang. Pejabat tersebut berasal dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dan lembaga amil zakat milik Ormas, serta lembaga amil zakat yang berafiliasi kepada Baznas. Jika mengabaikan hal itu, maka yang bersangkutan terancam denda Rp 50 juta atau kurungan penjara selama satu tahun, sebagaimana diatur dalam pasal 41. Kekhawatiran pihak yang kontra lainnya adalah keberadaan UU ini hanya akan mengecilkan bahkan mematikan lembaga kecil/baru dan membesarkan lembaga besar/ lama yang sudah ada. Potensi zakat, infaq, sadaqah, wakaf yang besar dan akan semakin bertumbuh dan berkembang tidak akan mampu diemban oleh lembaga BAZ dan LAZ yang sudah ada saat ini. Potensi kreatif, inovatif umat Islam dalam memberdayakan zakat,infaq,sadaqah,wakaf justru terakomodir oleh UU yang baru dengan mendapatkan supervisi dan pembinaan oleh negara dan BAZ/LAZ besar yang sudah ada. Adapun pengawasan sesungguhnya ada pada masyarakat/ publik dengan adanya ketentuan melaporkan posisi keuangan, aktivitas dan arus kas yang audited dari akuntan publik terdaftar.
Keluarga besar Yayasan Dana Sosial Al Falah yang terdiri atas amil (karyawan, pengurus, pembina, pengawas), muzaki dan mustahik Insya Allah termasuk dalam jajaran yang pro dengan UU ini. Keberadaan UU ini akan meneguhkan keyakinan dan keikhlasan dalam berzakat melalui lembaga resmi, bahwa ternyata segenap potensi kreatif, inovatif dalam bingkai keikhlasan untuk beribadah harta semata- mata untuk menggapai ridla Allah SWT mendapat pengakuan dan perlindungan dari negara dalam hukum positif. Pengakuan negara memiliki dampak yang signifikan dalam mengoptimalkan potensi zakat yang ada atau dalam bahasa marketing sebagai media promosi tentang peran negara dalam mendorong tata kelola zakat yang lebih baik. Perlindungan dari negara berarti adanya jaminan hukum terhadap penyalahgunaan potensi harta dan keikhlasan para muzaki dalam berbagi, dimana adakalanya upaya menuntut akuntabilitas terhadap dana zakat terhalang oleh alibi-alibi yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban hanya pada Allah SWT sehingga upaya membawa masalah zakat ke hukum positif negara menemui hambatan. Akuntabilitas dana zakat yang tertuang dalam hukum positif setelah adanya UU Zakat sebenarnya menegaskan adanya syariat yang mewajibkan untuk melakukan pencatatan, pelaporan dan pertanggungjawaban secara baik dan benar (Surah Al Baqarah ayat 282 salah satunya).
Terhadap pihak-pihak yang masih kontra dengan UU ini, ada baiknya tetap kita anggap sebagai saudara yang dengan peduli mempertanyakan hal – hal yang belum difahami. Dengan bingkai toleransi dan semangat ukhuwah Islamiyyah, Insya Allah potensi kritis saudara-saudara kita yang masih kontra akan memberikan wawasan baru bahkan menyempurnakan pemahaman kita serta menjadi bahan amandemen UU ini kedepan menjadi lebih baik dalam mengakomodir seluruh potensi zakat, infaq, shadaqah bahkan potensi wakaf umat. Menyitir nasihat Ulama Hasan Al Banna, “jika tidak bisa diambil semua jangan tinggalkan semua”, maka jangan tinggalkan UU Zakat ini hanya karena ada beberapa pasal atau ayat yang untuk sementara kurang berkenan untuk dijalankan. Sikap pro dan kontra memang harus tetap ada sebagai hakekat umat Islam yang dinamis, sebagai ujian dalam toleransi ukhuwah Islamiyyah, sebagai proses check and balance menuju kemaslahatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan umat Islam sebagai mayoritas penduduknya. Kemaslahatan umat Islam sebagai mayoritas di NKRI Insya Allah akan tercapai salah satunya dengan semakin bertumbuh dan berkembangnya potensi zakat, infaq, shadaqah dan wakaf dengan hadirnya negara dalam memberikan payung UU. Mari dengan senang hati menyambut kehadiran UU zakat yang baru secara aplikatif dalam amal nyata sebagai amil, muzaki dan mustahik dengan tetap menjaga sikap kritis untuk perbaikannya kedepan menuju kemaslahatan umat yang lebih baik.